SOSIALISASI IMUNISASI MEASLES RUBELA (MR) OLEH PEMKOT KECAMATAN PONTIANAK KOTA
SOSIALISASI IMUNISASI MEASLES RUBELA (MR) OLEH PEMKOT KECAMATAN PONTIANAK KOTA KALIMANTAN BARAT
Dalam rangka mensukseskan
Program Pemerintah dalam Pelaksanaan Kegiatan Imunisasi MR, maka Kecamatan
Pontianak Kota bekerja sama UPTD/UPK Puskesmas se-Kecamatan Pontianak Kota
mengundang Kepala MTSS Mathla’ul Anwar Kota Pontianak (Ibu Yeni Kusumawati,
S.Pd.) karena ada kegiatan yang harus dihadiri oleh Ibu Yeni Kusumawati, S.Pd. maka
beliau mewakilkannya kepada Wakalum (Ibu Nanik Shobikah, M.Pd.) untuk
menghadiri acara Sosialisasi Pelaksanaan Imunisasi MR pada hari Jumat tanggal 7
September 2018 pukul 08.00 -11.00 WIB di Aula Rumah Jabatan Wakil Walikota
Pontianak Jalan K.S. Tubun Pontianak.
Kegiatan
Sosialsisasi Pelaksanaan Imunisasi ini dihadiri oleh Bapak Ibrahim, S.IP.,
M.Si. selaku Camat Pontianak Kota, Bapak Dr. H. Sidiq Handanu Widoyono, M.Kes
selaku Kadiskes Kota Pontianak, Bapak H. Syaifuddin Zuhri, M.Pd.I selaku Ketua
Fatwa MUI Kalimantan Barat, Ibu dr. Nevita, Sp.A selaku Pemateri tentang MR,
utusan dari TNI dan Polri serta Keluarga Mantan Penderita MR. Kegiatan tersebut
diawali dengan Pembukaan, Menyanyikan Lagu Indonesia Raya dan Pembacaa Doa. Setelah
itu dilanjutkan dengan sambutan sekaligus membuka acara oleh Bapak Dr. H. Sidiq
Handanu Widoyono, M.Kes selaku Kadiskes Kota Pontianak, Pemaparan Materi oleh Bapak
H. Syaifuddin Zuhri, M.Pd.I selaku Ketua Fatwa MUI Kalimantan Barat dan Ibu dr.
Nevita, Sp.A serta testimoni dari Keluarga Mantan Penderita MR.
Dalam sambutannya,
bapak Camat menjelaskan tujuan dari kegiatan ini, “Kegiatan ini ditujukan untuk
memberikan informasi yang utuh kepada masyarakat tentang MR dan untuk
mewujudkan keluarga yang sehat, anak yang sehat sehingga masyarakat juga sehat”,
begitu sambutan beliau. Sambutan selanjutnya, bapak Kadiskes menyampaikan tentang
MR dengan tema “Headline: Vaksin MR Belum Halal tapi terpaksa boleh, demi apa?”.
Dalam pemaparannya, beliau mengatakan bahwa semua ini ada hubungannya dengan Herd
Immunity (kekebalan kelompok). “Semua sudah dijelaskan dalam Fatwa MUI no 33
tahun 2018 bahwa alasannya adalah darurat syar’iyah, belum ada vaksin MR yang
halal dan suci dan bahaya yang ditimbulkan jika tidak diimunisasi”, tutur
beliau. Beliau juga menjelaskan bahwa terkait dengan program pemerintah
mencapai eliminasi campak dan pengendalian Rubela (Congenital Rubella Syndrome)
pada tahun 2020. Jika capaian eliminasi dan pengendalian MR ini belum mencapai
90% pada tahun 2020 di Indonesia, maka dapat diartikan bahwa belum ada
kekebalan kelompok (Herd Immunity) di daerah tersebut dan Kota Pontianak adalah
gerbang masuk Provinsi Kalimantan Barat maka tidak bisa menjadi benteng kekebalan
(Barrier Immunity) bagi masyarakatnya jika ada penyakit menular terutama virus MR
yang masuk ke Kalimantan Barat.
Kekebalan
Kelompok (Herd Immunity) adalah kekebalan sekelompok manusia terhadap sebuah
penyakit menular. Benteng Kekebalan (Barrier Immunity) adalah imunitas daya
tahan sekelompok manusia terhadap sebuah penyakit menular. Jika ada 20 orang
dalam sebuah kelompok, 3 orang diimunisasi, jika datang 1 orang tertular
penyakit menular masuk dalam kelompok tersebut, maka 17 orang yang lain akan
tertular karena hanya 3 orang yang diimunisasi sehingga kekebalan kelompok
tersebut rendah. Sebaliknya jika ada 20 orang, 17 diimunisasi, jika datang 1
orang tertular penyakit menular masuk dalam kelompok tersebut, maka 3 orang
yang belum diimunisasi tidak akan tertular penyakit menular tersebut karena
kekebalan kelompok itu tinggi. Maka jangan heran jika ada anak yang tidak diimunisasi
tetap sehat dikarenakan kekebalan kelompok tadi. Tapi bagaimana jika suatu hari
nanti, anak tersebut datang ke kelompok yang kekebalannya rendah, maka anak itu
rentan terkena penyakit menular. Alasan sebuah kelompok rendah kekebalannya
dikarenakan oleh 2 alasan yaitu keyakinan/kepercayaan dan ketakutan pasca
imunisasi.
Indonesia berada dalam kategori darurat MR karena menurut data Diskes, Indonesia adalah negara dengan kasus MR terbesar di dunia selain China dan India. Beliau juga menjelaskan tentang penggunaan unsur babi dan Human Diploid Cell (HDC) yang digunakan dalam pembiakan virus MR ini. Beliau menjelaskan bahwa unsur babi dan HDC tersebut hanya digunakan sebagai media pembiakan virus. Alasan kenapa unsur babi digunakan untuk membiakkan virus dikarenakan babi adalah media terbaik untuk membiakkan virus. Mungkin 10 tahun lagi baru akan ditemukan media virus MR ini dari tanaman. Setelah virus MR berkembangbiak, virus tersebut dipisahkan dan dicuci bermilyaran kali kemudian ditambahkan beberapa bahan tambahan agar vaksin tersebut bisa disimpan dalam suhu tinggi dan tidak berjamur sehingga hasil akhirnya menjadi vaksin MR. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah memeriksa vaksin MR ini dan setelah di cek ternyata tidak ditemukan unsur babi dan HDC dalam kandungan vaksin MR. “Keputusan tergantung kepada orang tua anak dan anak itu sendiri maka harus ada pemahaman yang baik tentang MR. Demi kesehatan kita semua, kita ingin mengendalikan CSR, apakah Pontianak dalam keadaan darurat?, tapi apakah menunggu sampai darurat?”, tutur beliau. Setelah menyampaikan sambutannya, bapak Kadiskes membuka acara sosialisasi MR ini.
Indonesia berada dalam kategori darurat MR karena menurut data Diskes, Indonesia adalah negara dengan kasus MR terbesar di dunia selain China dan India. Beliau juga menjelaskan tentang penggunaan unsur babi dan Human Diploid Cell (HDC) yang digunakan dalam pembiakan virus MR ini. Beliau menjelaskan bahwa unsur babi dan HDC tersebut hanya digunakan sebagai media pembiakan virus. Alasan kenapa unsur babi digunakan untuk membiakkan virus dikarenakan babi adalah media terbaik untuk membiakkan virus. Mungkin 10 tahun lagi baru akan ditemukan media virus MR ini dari tanaman. Setelah virus MR berkembangbiak, virus tersebut dipisahkan dan dicuci bermilyaran kali kemudian ditambahkan beberapa bahan tambahan agar vaksin tersebut bisa disimpan dalam suhu tinggi dan tidak berjamur sehingga hasil akhirnya menjadi vaksin MR. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah memeriksa vaksin MR ini dan setelah di cek ternyata tidak ditemukan unsur babi dan HDC dalam kandungan vaksin MR. “Keputusan tergantung kepada orang tua anak dan anak itu sendiri maka harus ada pemahaman yang baik tentang MR. Demi kesehatan kita semua, kita ingin mengendalikan CSR, apakah Pontianak dalam keadaan darurat?, tapi apakah menunggu sampai darurat?”, tutur beliau. Setelah menyampaikan sambutannya, bapak Kadiskes membuka acara sosialisasi MR ini.
Pemaparan materi
tentang MR selanjutnya disampaikan oleh dr. Nevita, Sp.A. Ibu Nevita
menyampaikan penjelasan yang gamblang tentang MR. “ Demam yang sangat tinggi
mencapai 40 derajat Celcius lebih, muncul merah-merah tetapi tetap demam
disebabkan virus campak atau seperti step. Berbeda dengan campak rubella, demamnya
tidak tinggi hanya 38,7 derajat Celcius”, papar beliau. Beliau juga menjelaskan
bahwa cara virus sembunyi adalah dibawah tenggorokan manusia. Virus MR yang dibawa
tubuh inangnya (manusia yang kena penyakit menular MR) bisa bertahan selama 24
jam di tempat tersebut, sedangkan DBD dan tipes 7 hari. Beliau mencontohkan
jika seseorang yang kena MR jalan-jalan ke Mega Mall, lalu meludah/batuk, maka
virusnya akan bertahan selama 24 jam di tempat itu, padahal pengunjung bisa
jadi puluhan bahkan ratusan orang. Jika tidak ada kekebalan kelompok, maka banyak
yang akan tertular virus MR ini. Jika ada pengunjung yang hamil maka rentan
sekali janinnya terkena virus MR ini. Bagi ibu hamil, semakin muda usia
kandungannya, semakin besar kerusakan organ tubuh janin yang mencapai 80-90 % pada
usia kehamilan < 3 bulan, dan 10-20 % pada usia kehamilan > 3bulan terutama
jantung dan mata janin. Virus MR ini bisa menyerang organ dalam seperti
jantung, paru-paru, infeksi TBC, radang otak dan bisa menimbulkan wabah
penyakit jika tidak segera dicegah. Mungkin sekarang tidak sakit, tapi 2-5
tahun kemudian bisa sakit jika wabah penyakit menyebar dan seseorang belum
memiliki kekebalan tubuh terutama anak-anak dan janin yang ada didalam
kandungan.
Virus MR juga bisa menyerang orang dewasa yang kekebalan tubuh dan kekebalan kelompoknya rendah. “Jangan bertanya pada orang yang salah, nanti informasi yang didapat juga salah. Ada kasus anak yang meninggal karena rubella, maka salahkan rubella, tapi sebenarnya penyebab meninggal bukan karena rubella, tapi ketika si anak diimunisasi ternyata si anak menderita kencing manis yang tidak terdeteksi oleh orang tua. Gendut pada anak bisa menimbulkan kencing manis, jadi jangan bulan madu jika anaknya gendut, harus dicek benar-benar pola makannya”, tutur ibu Nevita. Beliau juga menjelaskan reaksi dan tindakan yang harus dilakukan setelah imunisasi MR diantaranya nyeri ringan ditempat suntikan dalam 24 jam terjadi pada 1 dari 10 anak tindakannya dikompres air dingin, demam ringan dalam 24 jam terjadi 1 dari 10 anak tindakannya diberikan paracetamol, demam tinggi dialami 1 dari 20 anak dalam 7-12 hari, ruam dalam 6-12 hari dialami 1 dari 50 anak, kejang (step) dalam 7-10 hari dialami 1 dari 3.000 anak, trombosit menurun dalam 15-35 hari dialami 1 dari 30.000 anak dan reaksi anaflaksis dalam 0-2 jam dialami 1 dari 100.000 anak.
Ada kasus reaksi anaflaksis yang pernah terjadi yaitu kondisi anak seperti tercekik dan wajah membiru, ternyata setelah diselidiki dikarenakan setelah imunisasi anak tersebut diberi madu. “Jadi reaksi anaflaksis ini belum jelas diketahui, mungkin hanya Alloh SWT yang tahu”, jelas beliau. Yang terpenting adalah ketika anak diimunisasi kondisi anak harus benar-benar sehat sehingga bisa meminimalis reaksi yang timbul pasca suntik imunisasi. Beliau menutup penjelasannya dengan kata penutup “Ayo lindungi keluarga, adik, anak, keponakan, cucu, tetangga kita”. Setelah itu beliau meminta operator untuk memutar video dari penderita MR yaitu Amira yang tidak bisa berjalan normal karena efek virus MR dan beberapa anak dari Rumah Ramah Rubella di Pontianak seperti adik Fayas yang dari bayi penglihatannya terkena CRS sehingga harus bolak-balik masuk RS untuk operasi mata sejak bayi. Hening rasanya forum pada saat itu dan bahkan ada beberapa peserta yang meneteskan air mata setelah melihat video tersebut. Akhirnya moderator memecah keheningan dengan menghadirkan orang tua adik Fayas sebagai sambutan testimoni mantan penderita MR.
Virus MR juga bisa menyerang orang dewasa yang kekebalan tubuh dan kekebalan kelompoknya rendah. “Jangan bertanya pada orang yang salah, nanti informasi yang didapat juga salah. Ada kasus anak yang meninggal karena rubella, maka salahkan rubella, tapi sebenarnya penyebab meninggal bukan karena rubella, tapi ketika si anak diimunisasi ternyata si anak menderita kencing manis yang tidak terdeteksi oleh orang tua. Gendut pada anak bisa menimbulkan kencing manis, jadi jangan bulan madu jika anaknya gendut, harus dicek benar-benar pola makannya”, tutur ibu Nevita. Beliau juga menjelaskan reaksi dan tindakan yang harus dilakukan setelah imunisasi MR diantaranya nyeri ringan ditempat suntikan dalam 24 jam terjadi pada 1 dari 10 anak tindakannya dikompres air dingin, demam ringan dalam 24 jam terjadi 1 dari 10 anak tindakannya diberikan paracetamol, demam tinggi dialami 1 dari 20 anak dalam 7-12 hari, ruam dalam 6-12 hari dialami 1 dari 50 anak, kejang (step) dalam 7-10 hari dialami 1 dari 3.000 anak, trombosit menurun dalam 15-35 hari dialami 1 dari 30.000 anak dan reaksi anaflaksis dalam 0-2 jam dialami 1 dari 100.000 anak.
Ada kasus reaksi anaflaksis yang pernah terjadi yaitu kondisi anak seperti tercekik dan wajah membiru, ternyata setelah diselidiki dikarenakan setelah imunisasi anak tersebut diberi madu. “Jadi reaksi anaflaksis ini belum jelas diketahui, mungkin hanya Alloh SWT yang tahu”, jelas beliau. Yang terpenting adalah ketika anak diimunisasi kondisi anak harus benar-benar sehat sehingga bisa meminimalis reaksi yang timbul pasca suntik imunisasi. Beliau menutup penjelasannya dengan kata penutup “Ayo lindungi keluarga, adik, anak, keponakan, cucu, tetangga kita”. Setelah itu beliau meminta operator untuk memutar video dari penderita MR yaitu Amira yang tidak bisa berjalan normal karena efek virus MR dan beberapa anak dari Rumah Ramah Rubella di Pontianak seperti adik Fayas yang dari bayi penglihatannya terkena CRS sehingga harus bolak-balik masuk RS untuk operasi mata sejak bayi. Hening rasanya forum pada saat itu dan bahkan ada beberapa peserta yang meneteskan air mata setelah melihat video tersebut. Akhirnya moderator memecah keheningan dengan menghadirkan orang tua adik Fayas sebagai sambutan testimoni mantan penderita MR.
Kedua orang tua
Fayas berpendidikan S1 jadi bukan tidak mengetahui tentang virus MR ini, namun
istrinya terserang penyakit ini ketika mengandung Fayas. “Fayas terkena penyakit
MR ini sejak dia dalam kandungan, virus ini tidak terdeteksi atau fase
istirahat sehingga kami tidak mengetahuinya. Ketika Fayas lahir ada bercak
merah di kelopak matanya, lalu berlanjut ada berca putih di kelopak matanya. Kini
Fayas sudah berusia hampir 5 tahun, 80-90% hidupnya ada di RS. Pada usia 1
tahun, Fayas mengalami operasi pengangkatan lensa mata dan menambal jantungnya
yang bocor beberapa mm yang minimal biaya 27 juta belum yang lainnya. Kami
masih ada satu PR lagi yaitu penanaman lensa buatan yang biayanya milyaran.
Kami tidak bisa konsentrasi pada pekerjaan, mobil kami jual demi anak kami agar
anak kami minimal mendekati normal seperti anak yang lainnya. “, tutur ayah
Fayas. Ayah Fayas menutup sambutannya dengan mengatakan bahwa Fayas, anaknya,
bukan pembawa virus MR, tapi efek karena virus MR inilah yang membuat Fayas
hidupnya 80-90 % di RS. Semoga tidak ada anak dan ibu hamil lagi yang tertular virus MR ini seperti yang dilalami keluarganya.
Setelah pemaparan
testimoni, dilanjutkan dengan tanya jawab yang sangat antusias dari peserta. Pertanyaan
ditujukan untuk Bapak H. Syaifuddin Zuhri, M.Pd.I selaku ketua fatwa MUI dan
Ibu dr. Nevita, Sp.A selaku pemateri MR. Banyak PR untuk pemerintah daerah, Kemenkes,
dan MUI untuk melanjutkan sosialisasi ini agar masyarakat paham akan pentingnya
imunisasi MR ini sehingga Indonesia, terutama Kota Pontianak umumnya Kalimantan Barat bisa bebas dari virus MR ini pada tahun
2020.
By
Nanik Shobikah, M.Pd.
Berikut Link yang bisa dibuka:
http://gg.gg/PerjalananUbiiYangTerkenaRubella
Foto-foto kegiatan Sosialisasi Imunisasi MR
Foto-foto kegiatan Sosialisasi Imunisasi MR
Pemaparan Materi oleh Bapak Kadiskes Kota Pontianak, Dr. H. Sidiq Handanu Widoyono, M.Kes
Pemaparan Fatwa MUI oleh Ketua Fatwa MUI Kalimantan Barat, H. Syaifuddin Zuhri, M.Pd.I
Pemaparan Materi oleh Spesialis Anak, dr. Nevita, Sp.A
Testimoni dari Ayah Fayas, Keluarga Mantan Penderita MR
Ibu Nanik Shobikah, M.Pd. bersama Panitia Dinkes Kota Pontianak
Tidak ada komentar